Pada
pertengahan oktober kemaren, tepatnya hari Minggu (16/10/2011), warga Medokan
Semampir, Kec. Sukolilo, Surabaya melaksankan kerja bakti dalam rangka Persiapan
Lomba RW Bebas Jentik. Kerja bakti yang dimulai jam 06:00 pagi merupakan
salahsatu program dari Kelurahan Medokan Semampir. Program yang dipandu oleh
Seksi Kebersihan dan Lingkungan Hidup RW II ini bisa dibilang unik. Karena di
samping sebagai bentuk kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, kerja bakti
ini juga dikemas dalam bentuk kompetisi. Di dalamnya dilakukan penilaian yang
nantinya akan diambil juara pada tiap RT.
Warga
Medokan Semampir sangat antusias dengan kerja bakti ini. Betapa tidak, meski
bergelut dengan lumpur selokan karena lebih dikhususkan pada kebersihan saluran
air, mereka tetap semangat. Antusiasme warga Medokan dalam membersihkan
lingkungan setidaknya perlu dijadikan “referensi” bagi masyarakat umum. Sebab,
pembersihan lingkungan yang dilakukan pada musim pancaroba sekarang ini
merupakan langkah antisipatif menyikapi datangnya musim hujan yang rawan
terjadi banjir.
Meski kerja bakti ini adalah langkah
sederhana, namun setidaknya apa yang dilakukan warga medokan merupakan bagian
dari upaya membendung bahaya yang sewaktu-waktu akan menerjang kota Surabaya. Di
samping itu, dengan adanya kegiatan kerja bakti yang dikemas dalam bentuk lomba
ini juga dapat menjadi bahan perenungan tentang pentingnya menjaga kelestarian
sosial, terutama dalam konteks masyarakat patembayan di kota Surabaya.
Ada
beberapa hal yang dapat dijadikan renungan dalam kegiatan kerja bakti ini. Pertama, membersihkan lingkungan
merupakan salah satu bentuk pencerahan batin dalam dimensi vertikal. Hadits annadhafathu min al-iman (kebersihan
adalah sebagian dari iman) begitu tampak ketika dalam keseharian masyarakat
sudah terbangun mental bersih. Sehingga hadits tersebut tidak hanya berhenti
sekedar jargon, melainkan dapat diaktualisasikan esensinya.
Kedua,
memperkuat ikatan sosial dalam dimensi horizontal. Spirit kerja sama adalah
bagian terpenting yang ditunjukkan oleh warga Medokan. Hal ini tak lepas dari
motivasi Lurah Medokan--sebagai segmen penting, yang mendorong warga dengan
cara mengadakan lomba, untuk lebih memperhatikan lingkungan. Inisiatif ini
harus terus dilakukan dan dikembangkan. Bahkan bila perlu pemda harus
mengagendakan lomba ini di seluruh pelosok Surabaya.
Ketiga,
langkah peduli lingkungan melalui kerja bakti ini dapat dijadikan spirit untuk
mengimbangi besarnya volume polusi, baik polusi yang diakibatkan oleh
pabrik-pabrik maupun kendaraan yang kian membanjir, sehingga untuk
menyiasatinya warga mengmbil inisiatif kerja bakti yang, bila perlu, dapat
dibarengi dengan gerakan penghijauan semisal menanm pohon.
Terlepas dari tiga hal di atas,
masyarakat Indonesia secara umum harus lebih menyadari pentingnya menjaga
lingkungan, seperti mengurangi penggunaan kendaraan bermotor kecuali dalam
keadaan perlu dan membuah sampah pada tempatnya. Gerakan peduli lingkungan
harus terus dilakukan demi mewujudkan Indonesia yang asri dan jauh dari
bencana. Seperti yang dilakukan oleh warga Medokan Semampir Surabaya. Wallahu a’lam.