Mengenai Saya

Kamis, 22 Desember 2016

ERA PEMERINTAHAN PEMBANGUNAN



Setelah  dua tahun Presiden Jokowi menjabat, telah banyak perubahan-perubahan yang dilakukan. Pembangunan infrastruktur maupun deregulasi bidang pendidikan, sosial, ekonomi maupun politik, perlu diakui cukup banyak memberikan jalan ke arah yang lebih positif. Presiden juga masih memperingatkan bahwa pembangunan-pembangunan tersebut (khususnya di bidang infrastruktur) masih jauh tertinggal daripada yang diharapkan. Sehingga, pemerintahan mulai kembali melakukan percepatan pembangunan.
Masa pemerintahan Presiden Jokowi mungkin termasuk kali pertama yang mengadakan berbagai perombakan besar secara cepat, mulai dari tingkat birokrasi eksekutif dengan adanya reshuffle di tubuh kementerian hingga berbagai revolusi di tingkat pelayanan bidang kesehatan, sosial, pendidikan dan ekonomi.
Dalam konteks pemerintahan demokrasi di Indonesia, dimana presiden menjadi komando dari segala aktivitas pemerintah, akan sangat besar kontrol sosial kepada presiden. Publik pun dapat menilai kinerja yang dilakukan dalam pemerintahan, kemudian memberikan masukan melalui lembaga legislatif yang ada. Sehingga akan sangat besar kemungkinan melakukan berbagai kebijakan pembangunan disertai dukungan dari masyarakat.
Pemerintahan sekarang, dalam hemat penulis, dapat disebut dengan era pemerintahan pembangunan, di mana pada periode jabatan Presiden Jokowi ini sangat tepat bagi segala aktivitas pembangunan untuk dilakukan. Menyambut segala perubahan dan perkembangan zaman di dunia, Indonesia memang butuh segala perbaikan untuk dapat bersaing dan menjadi negara yang tidak gampang disepelekan. Percepatan pembangunan sejatinya bukan hanya dalam bidang infrastruktur, melainkan lebih pada perbaikan dalam wilayah yang lebih personal seperti pendidikan, kesehatan dan perbaikan ekonomi.
Pemerintahan pembangunan ditandai beberapa hal. Pertama, reformasi birokrasi dalam tubuh pemerintahan. Pembangunan akan sangat baik jika diawali dengan secara terus-menerus memperbarui kualitas sumber daya manusia di tubuh pemerintahan. Adanya reshuffle dalam tubuh pemerintahan pusat (dalam hal ini kementerian) tentu akan sangat baik karena adanya semangat yang baru dalam memberikan dukungan dan dorongan terhadap presiden. Akan tetapi, pertimbangan yang penting dalam reformasi ini yakni bukan hanya karena unsur kedekatan politik saja melainkan yang lebih penting adalah didasari pilihan rasional presiden yang khusus bagi efektvitas kinerja di pemerintahan.
Kedua, ideologi pembangunan (ideology’s of development) begitu tampak dan terasa oleh masyarakat banyak. Pembangunan seharusnya dilakukan murni hanya untuk kepentingan umum tanpa melibatkan kepentingan pribadi ataupun kelompok. Problematika program reklamasi yang belakangan ini mencuat tentu berpotensi menimbulkan kepincangan dalam pelaksanaan pembangunan itu sendiri.
Beberapa alternatif perlu dipertimbangkan khususnya dalam pelaksanaan proyek reklamasi tersebut. Alternatif tersebut bisa dilakukan dengan cara sosialisasi terlebih dahulu misalnya, sehingga akan timbul perasaan dihargai dalam diri masyarakat. Dalam ideologi pembangunan memang butuh ditanamkan akan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga tidak lagi dianggap hanya akan memperkeruh keadaan dengan timbulnya konflik antara masyarakat dan pemerintah. Apa yang menjadi masalah kebijakan reklamasi dalam pemerintahan pembangunan selama kepemimpinan dua tahun Jokowi setidaknya perlu menjadi pelajaran bersama.
Ketiga, realisasi pemerintahan pembangunan menjadi agenda mendesak manakala dilakukan melalui pemberdayaan, terutama di bidang ekonomi. Konsep Nawacita Jokowi dalam bidang ekonomi sejatinya harus menjadi acuan bagi standar operasional pelaksanaan (SOP) dalam bidang pembangunan ekonomi. Pemberdayaan ekonomi masyarakat menengah ke bawah (midle and lower class) setidaknya harus menjadi program jangka panjang dalam bidang ekonomi pemerintah. Selain mengembalikan kekayaan negara yang bersifat Nasional, pemerintah juga perlu melakukan langkah-langkah taktis yang massif demi mengangkat derajat perekonomian masyarakat secara umum.
Apa yang dilakukan Menteri Perekonomian Sri Mulyani melalui program text amnesty atau pengampunan pajak, perlu dikembangkan ke arah penguatan sektor ekonomi mikro. Pengusaha-pengusaha di dalam Negeri dewasa ini perlu pengakuan melalui berbagai program pemerintah yang tersertifikasi. Lembaga-lembaga sertifikasi seperti LSP di bidang profesi khususnya kewirausahaan perlu digalakkan secara menyeluruh di semua daerah di Indonesia.
Dalam hal ini Kementerian Perekonomian (Kemenko) perlu menjalin relasi dengan berbagai elemen masyarakat dan kementerian lain khususnya di bidang ketenagakerjaan.
Keempat, eksistensi pemerintahan pembangunan ini sejatinya sangat cocok bagi sebuah keadaan transisi dari negara Dunia Ketiga atau negara berkembang menuju negara maju. Pembangunan, baik di sektor industri-ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya memang butuh inovasi teknologi yang hadir dari dalam negeri, karena tidak bisa dipungkiri bahwa hadirnya teknologi untuk memperlancar aktivitas manusia memang menjadi kebutuhan di era dewasa ini. Untuk itu, diperlukan penyosialisasian di berbagai sektor masyarakat industri.
Dengan demikian, pembangunan dalam era pemerintahan Presiden Jokowi perlu mendapat dukungan dari masyarakat mulai akar hingga rumput. Pemerintahan daerah, dalam hal ini, juga ikut bertanggung jawab melaksanakan pembangunan dengan tetap mengutamakan kepentingan umum. Akan sangat disayangkan jika dalam pemerintahan pembangunan ini hanya melibatkan kelompok-kelompok sosial tertentu, karena dalam pemerintahan pembangunan harus murni berorientasi pada kepentingan bersama, yakni kepentingan warga negara Indonesia.

Rabu, 21 Desember 2016

Elliot dan Dunia Hiperrealitas (Sebuah Refleksi atas Film “Mr. Robot”)



Sinopsis Film
Kening berkerut dan penasaran! Mungkin itulah ekspresi yang ditunjukkan ketika menonton film Mr. Robot, sebuah film series yang dibintangi aktor pendatang baru Rami Malek dengan nama tokoh Elliot. Film ini mengisahkan tentang bagaimana Elliot, seorang hacker yang terindikasi mengalami gangguan jiwa, tetapi sangat jenius dan handal hingga mampu menghancurkan korporasi jahat yang menguasai seluruh lini perekonomian.
Korporasi dunia bernama E Corp dalam film ini merupakan sebuah konglomerasi jahat hingga diistilahkan dengan Evil Corporation (Korporasi Setan/Jahat). Korporasi  ini menguasai sendi perekonomian masyarakat mulai dari yang terkecil dan paling umum, hingga perekonomian kelas atas (high class economy). Bidang pangan, transportasi dan teknologi mampu dikuasainya, bahkan hingga bank pun yang rata-rata memberikan layanan singkat dan membuat masyarakat akhirnya terjebak ke dalam hutang yang tak mungkin dibayar sehingga masyarakat menjadi budak dari korporasi besar yang jahat dengan kuasanya ini.
Elliot bekerja pada perusahaan cyber security bernama All Safe yang kehilangan ayahnya memiliki kebencian mendalam pada E Corp. Ayahnya meninggal terkena kanker Leukimia karena percobaan senjata rahasia yang digagas oleh E Corp. Sebab itulah, Elliot berencana menghancurkan perusahaan tersebut kemudian membebaskan semua orang dari jerat hutang kepada E Corp yang tak mungkin dibayar itu. Perusahaan E Corp memiliki server raksasa yang menyimpan semua data mengenai hutang dan kredit yang dilakukan masyarakat. Server ini berada di dua titik, yaitu di Steel Mountain dan di China. Dua server inilah yang pada akhirnya nanti dileburkan dan dihancurkan dalam hitungan menit tanpa terdeteksi sedikitpun.
Sebagai orang yang jago hacking, Elliot memang ahli hampir di segala hal tentang jaringan internet membuatnya menjadi seorang yang paling disegani sekaligus juga paling lemah karena kondisi kejiwaannya yang tak stabil. Bersama adiknya, Darlene dan beberapa hacker lain, Elliot membuat sebuah gerakan bernama FSociety. Gerakan FSociety inilah yang kemudian melumpuhkan dan menghancurkan seluruh jaringan perusahaan E Corp dan menghapus semua data transaksi kredit perbankan hingga membebaskan masyarakat dari hutang-hutangnya.
Yang menarik, film ini benar-benar membuat penonton memiliki rasa ingin tahu akan plot-plot yang sesungguhnya memang banyak menggambarkan keadaan dunia saat ini. Seorang Elliot yang dilanda gangguan jiwa dengan kerancuan antara yang nyata dan tidak nyata. Ia dibayang-bayangi oleh sosok ayahnya yang muncul dalam kehidupannya sehari-hari bahkan dalam bentuknya yang amat nyata; ia bahkan tidak sadar berbicara sendiri tanpa tahu bahwa itu suatu manifestasi yang hanya Elliot sendirilah yang bisa melihatnya.

Elliot dan Hiperrealitas: Sebuah Refleksi

Elliot benar-benar terjebak dalam kepalsuan dunianya. Ia terjatuh dalam kondisi yang berbaur antara kepalsuan dan keaslian; fakta yang bersimpangsiur dengan rekayasa. Kategori-kategori kebenaran, keaslian, kepalsuan tidak berlaku lagi di dalam dunia dan era yang dialami Elliot.  Akan tetapi, refleksi ini bukan hendak membahas mengenai Elliot yang secara psikis memiliki gangguan kejiwaan, melainkan fokus pada “pesan” yang disampaikan oleh film Mr. Robot mengenai kondisi dunia postmodern di mana realitas dikonstruksi sedemikian simulatif oleh digitalisasi di berbagai sendi dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang amat dahsyat hingga realitas telah hilang dan menguap.
Halusinasi tentang gangguan jiwa yang dialami manusia berbaur dengan realitas ironis di mana tak dapat dibedakan lagi mana yang nyata dan yang palsu; suatu kondisi yang oleh Jean Baudrillard (1929-2007) disebut sebagai “Hyperreality”. Dalam konsep Simulacra-nya, Baudrillard menggabarkan mengenai penciptaan kenyataan (simulasi) melalui sesuatu yang berhubungan dengan “mitos” yang tak dapat dilihat kebenarannya dalam kenyataan. Dalam dunia simulasi yang terutama dikonstruksi oleh media massa saat ini, masyarakat akan terjatuh dalam ‘hiperrealitas’ di mana tidak ada lagi yang lebih realistis karena yang nyata tak lagi jadi rujukan. Hal ini sangat jelas digambarkan dalam sebuah dialog di film ini, sebagai berikut:
Dunia dibangun berdasarkan khayalan. Perasaan buatan yang berwujud obat, perang urat saraf yang berwujud pengiklanan, zat penenang pikiran yang berwujud makanan, seminar pencucian otak yang berwujud media, dunia yang diisolasi dan dikendalikan yang berwujud jejaring sosial. Nyata? Kau ingin membahas kenyataan? Kita telah hidup jauh dari kenyataan semenjak pergantian abad. Kita sudah mematikannya, mengeluarkan baterainya, memakan cemilan transgenik sementara kita terus membuang sampah-sampah kondisi kemanusiaan yang terus berkembang. Kita menempati rumah yang diberi cap dagang oleh perusahaan-perusahaan, yang dibangun di atas angka-angka bipolar, yang menari-nari pada layar digital, menghipnotis kita ke dalam mimpi umat manusia terbesar yang pernah ada... kita hidup di dunia yang penuh kebohongan, dunia yang sudah cukup lama kau tinggali,” (Mr. Robot Eps.1.9 menit ke: 00:45:09 – 00:46:02).
Inilah dunia postmodern. Dunia dengan asumsi-asumsi kuat mengenai hubungan antara manusia dan media. Dalam kebudayaan postmodern, media dan massa memiliki fungsi yang amat urgen. Media telah melipat dunia dan menginvasi ruang publik dan pribadi (private), kemudian mengaburkan batas-batasnya hingga menjadi ukuran moral baru bahkan “melangkahi” institusi moral tradisional seperti agama. Melalui media (teknologi dan digitalisasi), dunia menjadi kian sempit; memperkecil ruang dan mempercepat waktu.
Dalam dunia ini pula, sistem ekonomi kapitalisme lanjut telah membentuk suatu institusi ekonomi masyarakat baru melalui apa yang disebut sebagai budaya pop (pop culture). Tujuannya sudah jelas, yakni memperoleh keuntungan sebesar-besarnya (dalam proses capital accumulation-nya Karl Marx) melalui penciptaan produk-produk budaya populer untuk dikonsumsi secara massif oleh masyarakat. Produk makanan, fashion, kebutuhan rumah tangga, iklan televisi, dan berbagai produk kapitalisme lainnya dikonstruksi sedemikian rupa hingga mengaburkan nilai guna sebagai esensinya.
Sebuah dunia dengan kekuatan semiotika, simulasi, dan teknologi informasi melebur menjadi suatu kekuatan yang memungkinkan pihak pengusaha mendapatkan informasi seperti apakah tipe masyarakat yang ingin mereka sasar. Dalam kondisi seperti inilah, masyarakat benar-benar dibentuk menjadi masyarakat konsumtif. Masyarakat mengkonsumsi sesuatu bukan karena kebutuhan, melainkan karena ingin menyamakan dengan kelas sosial tertentu. Suatu misal, masyarakat membeli desain fashion tertentu hanya karena ingin meniru artis tertentu. Dalam istilah Baudrillard, masyarakat konsumtif semacam ini bukan dalam rangka membeli produk, melainkan ‘membeli tanda’ (sign buying).
Konklusinya, ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan dalam film Mr. Robot ini, yakni; suatu kritik atas masyarakat konsumtif. Masyarakat yang telah terkaburkan cara pandangnya atas realitas yang nyata dan realitas yang palsu (disimulasi). Dugaan saya, sang sutradara ingin menyamakan antara Elliot (seorang pribadi yang mengalami gangguan kejiwaan) dengan masyarakat modern saat ini, di mana keduanya sama-sama (nyaris) tak dapat membedakan mana keaslian (nyata) dan kepalsuan (simulasi). Semoga saja dugaan saya salah.hehe
Wallahu  A’lam...

MERAMAL MASA DEPAN PEMUDA INDONESIA (Refleksi Hari Sumpah Pemuda)



Diperingatinya Hari Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober memberikan arti peran pemuda yang begitu penting. Pemuda adalah tumpuan dan harapan masa depan bangsa dan Negara. Di tangan pemuda lah, sebuah peradaban digenggam. Di tangan pemuda pula tanggung jawab masa depan bangsa diemban. Itu berarti kualitas pemuda menentukan kualitas peradaban sebuah bangsa.
Akan tetapi, di tengah perkembangan dunia yang kian kompleks menjadikan pemuda dewasa ini harus lebih pandai memberikan respon. Globalisasi, modernisasi, westernisme dan menjadikan pemuda harus berpikir teknologis, globalis dan tanggap. Selain itu, pemuda juga dihadapkan pada berbagai dilema pilihan rasional dan konsumtif.
Sungguh miris ketika melihat kenyataan pemuda dalam masa sekarang ini. Kecenderungan untuk tergantung pada perangkat teknologi dan gadget memiliki konsekuesi yang tak tertanggungkan. Di satu sisi, kecenderungan tersebut akan membawa pemuda pada gaya hidup yang maju, cepat tanggap dan lihai dalam melihat peluang. Akan tetapi di sisi lain, konsekuesi laten yang sering dihadapi pemuda akan ketergantungannya pada perangkat teknologi, membuat mereka menjadi sangat individualistis, hedonis dan jatuh pada sikap gengsi yang berlebihan.
Beberapa hal yang dapat dicatat mengenai pemuda dewasa ini: pertama, sebagai generasi dan harapan masa depan bangsa, pemuda telah kehilangan akar kepemudaannya. Anti-intelekstualisme yang dihadapi pemuda dewasa ini menjadi pertanda yang cukup jelas bahwa pemuda semakin menjauhi ilmu pengetahuan. Anti-intelektualisme tersebut dapat ditandai dari kecintaan pemuda terhadap ilmu pengetahuan yang kian hari kian turun. Banyak di kalangan pemuda yang beranggapan bahwa menjalani jenjang pendidikan hanya didasari atas motivasi untuk mendapat gelar akademis sehingga nantinya dapat mudah bekerja dan mendapatkan banyak uang.
Kedua, pemuda dewasa ini banyak termakan rayuan zaman. Karakter dan identitas kepemudaan yang selama ini harusnya tertanam dalam diri pemuda perlahan tapi pasti telah mengalami pemudaran. Gaya hidup kebarat-baratan menjadi kemirisan tersendiri yang perlu diwaspadai. Hal ini tak lepas dari pengaruh informasi melalui televisi tentang bagaimana seorang wanita memenuhi standar dan kriteria cantik, misalnya. Ini merupakan suatu konstruksi sosial yang akhirnya menegaskan tentang rapuhnya jati diri.
Ketiga, lahirnya pandangan dalam diri pemuda bahwa kehidupan yang baik itu adalah kehidupan kota. Sementara kehidupan desa adalah jelek. Konstruksi semacam ini sudah menjalar lewat berbagai tontonan televisi dan iklan-iklan yang menawarkan produk-produk modernistik, kapitalistik, dan menghegemoni. Pandangan semacam ini juga membuat para pemuda desa beranjak untuk ke kota agar dapat hidup di dalam fantasi modernistik yang didapatkannya dari informasi televisi.
Ketiga kecenderungan tersebut hanya sebagian saja dari apa yang terungkap di permukaan. Sementara di luar itu sungguh terlalu pesimistik memandang pemuda untuk dapat berkarya dan melepaskan ketergantungan dari identitas yang bukan diri mereka. Dalam keadaan semacam ini, bagaimanakah refleksi Hari Sumpah Pemuda yang tiap tahun terus diperingati?
Masa Depan Pemuda
Melihat keadaan yang terjadi pada pemuda saat ini, penulis mencoba meramal bagaimana masa depan pemuda Indonesia setelah 50 atau 100 tahun lagi. Bagi Negara Dunia Ketiga seperti Indonesia, perkembangan mental dan keperibadian masih sangat rentan dengan problematika ketidakpercayaan diri. Apalagi acuan dunia internasional adalah negara Adikuasa seperti Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, yang dalam hal keterampilan, teknologi dan ilmu pengetahuan jauh lebih maju daripada Dunia Ketiga.
Dalam satu abad ke depan, pemuda Indonesia mungkin dapat mencapai kualitas seperti pemuda pada negara maju sekarang ini. Akan tetapi, pemuda-pemudi di negara-negara Barat pada satu abad ke depan akan lebih jauh lagi melampaui kualitasnya daripada yang sekarang. Otomatis, jika tampa dibarengi dengan kemajuan pemikiran revolusioner, pemuda Indonesia akan mustahil mengimbangi (apalagi melebihi) kualitas negara-negara maju.
Dalam hal ini, apa yang menjadi program Presiden Jokowi sebagai “revolusi mental” secara menyeluruh di berbagai aspek kehidupan sangat penting dilakukan terutama oleh pemuda Indonesia. Sudah banyak sarjana-sarjana dan kaum intelektual-ilmuan di Indonesia saat ini. Melalui mereka, masa depan pemuda akan sangat menentukan. Lembaga-lembaga pendidikan perlu berbenah diri demi benar-benar menjadi satu-satunya tumpuan bagi perkembangan kualitas pemuda ke depan.
Dalam aspek politik, juga memiliki andil dalam memperbaiki kualitas pemuda Indonesia. Budaya politik melalui beberapa praktik politisi yang selama ini diwarnai dengan problematika tersendiri, setidaknya perlu dirombak ke arah mencetak pemimpin dan negarawan yang mumpuni. Pengkaderan politisi bagi pemuda dalam partai politik setidaknya perlu dikembangkan ke arah urgensi idealisme ideologi politik yang berkeadaban. Karena, seperti kata Tan Malaka, kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda adalah idealisme, yakni membangun Negara yang baik dan jauh dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dalam hal ekonomi, adanya pendidikan entrepreneur bagi pemuda setidaknya penting untuk dikembangkan demi melatih kemandirian ekonomi bagi pemuda. Selain daripada pendidikan entrepreneur ini perlu juga ditanamkan rasa kepedulian pemuda dan melatih diri untuk tidak tetap mematenkan sistem perekonomian kapitalisme, di mana dalam sistem ini kepedulian menjadi sangat mustahil sehingga pemerataan ekonomi sulit untuk dicapai. Pemuda setidaknya perlu menjadi garda depan untuk melatih diri dalam proses pemberdayaan ekonomi masyarakat, sebagaimana cita-cita founding father kita, Bung Hatta enam dasawarsa lalu.
Selain berbagai aspek ini, hal penting yang perlu dipupuk dalam diri pemuda adalah ketidaklatahan terhadap perubahan dan perkembangan yang ada, memandang perkembangan dunia sebagai lahan untuk terus melatih diri agar bisa mengimbanginya. Terutama sekali dalam aspek perkembangan teknologi. Sebagai pemuda, tentu harus dibudayakan berpikir produktif bukan konsumtif agar kita tidak menjadi bangsa yang sukanya hanya mengkonsumsi tampa dibarengi dengan mental produktif.

BERANTAS PERDA PUNGLI



Setelah dua tahun memimpin, baru kali ini Presiden Jokowi berani menyinggung masalah pungutan liar (pungli) sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) karena keberadaanya digolongkan korupsi. Beberapa elemen masyarakat mulai “akar” hingga “rumput” menyambut baik gagasan presiden untuk memberantas pungli.
Segala bentuk pemungutan liar tanpa didukung dengan payung hukum yang mengaturnya, itu disebut pungli. Ketidaksadaran masyarakat akan adanya pungli sebagai kejahatan membuat pungli tetap ada dan menjadi banalitas dalam masyarakat kita. Hal ini terbukti banyaknya lembaga-lembaga yang bahkan mengesahkan pungli menjadi sebuah peraturan daerah yang mengandung unsur-unsur pungli (baca: perda pungli).
Sudah saatnya pemerintah daerah mengevaluasi berbagai peraturan yang berpotensi mengandung unsur pungli. Sebelum semua terlambat. Jangan sampai peraturan daerah yang awalnya dibuat untuk melindungi dan mengatur masyarakat agar lebih baik, malah dijadikan sebagai ‘alat’ mengeruk kantong rakyat dengan pungli.
Surabaya, 21/10/2016