Oleh: Muhammad Mihrob *
Sampai
detik ini, peran mahasiswa sebagai agent
of change dan agent of social control
memiliki pengaruh cukup kuat bagi penentuan arah bangsa Indonesia. Setidaknya
sejarah telah mencatat bahwa pada era Orde Lama tahun 1966 setelah gerakan
mahasiswa menumbangkan presiden Soekarno karena telah mengabaikan arti
sejatinya demokrasi, gerakan mahasiswa kembali bergemuruh sekitar tahun
1977-1978 sehingga berpuncak pada tahun 1998 yang mendukung terbentuknya era reformasi.
Setelah
semua tercapai, reformasi telah berjalan, dan demokrasi kini menjadi sistem
bagi way of life bangsa-negara ke
depan, bukan berarti peran dan perjuangan mahasiswa terhenti. Tetapi justru style baru pergerakan mahasiswa Indonesia
menemukan titik tepat guna memulai kehidupan yang lebih baik. Mahasiswa era
kini benar-benar harus memiliki konsepsi dan orientasi yang jelas, khususnya
menyangkut solusi terhadap persoalan pribadi, masyarakat dan sosial secara
umum. Inilah alasan kenapa dalam instansi perguruan tinggi ditentukan jurusan atau prodi kemudian orientasinya.
Salah
satunya adalah mahasiswa prodi
sosiologi. Peran mahasiswa sosiologi
juga berkait erat dengan Tridarma perguruan tinggi, yakni pendidikan,
penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Pada
titik inilah, menjadi mahasiswa
setidaknya selain harus menjadi insan akademis juga dituntut menjadi peneliti (resercher) dan pengabdi bagi kepentingan
masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang lebih baik. Oleh karenanya,
peran dan fungsi besar mahasiswa sosiologi akan memiliki nilai vitalitas ketika
mereka dapat melaksanakan tiga fungsi dasar perguruan tinggi.
Mahasiswa Sosiologi
Oleh
karena itu, menjadi seorang mahasiswa sosiologi dapat dikategorikan memiliki
tiga fungsi, sebagai akademisi (pendidikan), sebagai pengamat atau peneliti,
dan sebagai aktivis (pengabdian). Pertama,
sebagai akademisi. Dengan gelar akademisi inilah, seorang mahasiswa diharapkan
tidak hanya mampu menerima materi dari seorang dosen, tetapi juga mengkaji
apakah materi tersebut kontekstual, misalnya, dengan tetap mematuhi kaidah
seorang mahasiswa.
Mahasiswa
sosiologi dituntut untuk mampu memahami berbagai pemikiran-pemikiran dan
teori-teori sosial kemudian tokoh-tokohnya. Semisal Emile Durkheim yang
mencetuskan teori “solidaritas mekanik dan “solidaritas organik”, George
Herbert Mead mencetuskan “interaksionisme simbolik”, atau semisal George Ritzer
yang mengkaji sekaligus mencetuskan teori “paradigma ilmu sosial”. Dengan bekal
inilah kemudian nantinya mahasiswa sosiologi dapat menerapkannya pada
masyarakat.
Kedua,
sebagai peneliti. Sebagai seorang peneliti, mahasiswa dituntut untuk paham
terhadap berbagai persoalan baik itu persoalan sosial, politik, ekonomi dan
sebagainya. Oleh karena itu, seorang peneliti juga dituntut untuk mampu
mempertanggungjawabkan penelitiannya. Ini juga dapat dibuktikan melalui karya
tulis, sebab banyak dari kalangan peneliti adalah juga seorang penulis.
Fungsi
yang kedua (baca: peneliti) ini sebenarnya sangat pas jika dikaitkan dengan
mahasiswa prodi Sosiologi. Mahasiswa sosiologi dituntut untuk mampu mengetahui,
memahami dan memberi solusi bagi persoalan-persoalan sosial. Mulai dari sosial
pendidikan, sosial agama, sampai pada persoalan sosial politik. Dengan bekal
penelitian inilah setidaknya mahasiswa mempunyai skill dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di lingkungan
masyarakat sosial kita. Minimal melalui ide-ide kreatif dan inovatif yang
dimiliki mahasiswa, khususnya mahasiswa sosiologi.
Ketiga,
sebagai seorang pengabdi. Dalam konteks mahasiswa sosiologi, menjadi pengabdi
dituntut untuk terjun ke tengah lingkungan sosial. Lembaga sosial semisal
LSM-LSM mempunyai peran penting dalam mewujudkan adanya masyarakat yang lebih
baik. Jika dikontekstualisasikan pada seorang sosiolog, tentu di dalamnya akan
bersentuhan dengan pengabdian pada masyarakat. Bentuk pengabdian ini beraneka
ragam, tergantung bidangnya masing-masing, baik itu melalui jalur pendidikan,
gerakan sosial, dan sebagainya.
Sosiologi Mahasiswa
Dalam
kerangka inilah menunjukkan bahwa arti dari sosiologi mahasiswa juga sangat
berkait erat dengan tridarma perguruan tinggi. Peran dan fungsi sosiologi
mahasiswa diharapkan tidak hanya terhenti pada hal yang sifatnya teoritis an-sich,
melainkan harus lebih mempunyai orientasi aktualistik. Salah satu caranya
adalah melaksanakan tridarma perguruan tinggi sebagai “profesi” bagi mahasiswa
sosiologi untuk menerapkan sosiologi mahasiswa.
Sosiologi
mahasiswa merupakan salah satu bidang yang menjadi kajian oleh mahasiswa
sosiologi. Berdasarkan catatan penulis, setidaknya sosiolgi mahasiswa mempunyai
beberapa indikasi. Pertama, sosiologi
mahasiswa lebih pada pengkajian mendalam tentang ilmu-ilmu sosial utamanya
mengenai sosiologi yang sebelumnya tidak sama sekali diajarkan dalam sekolah. Kedua, sosiologi mahasiswa mempunyai
prinsip bahwa seorang sosiolog dari kalangan mahasiswa harus mampu menerapkan
berbagai teori yang ada pada sosiologi. Ketiga,
sosiologi mahasiswa nantinya diharapkan dapat berguna dan menjadi gerakan dalam
menciptakan problem soulving atas
persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat sosial melalui berbagai kegiatan
yang berguna bagi masyarakat luas.
Salah
satu orientasinya yang paling penting adalah bagaimana dengan sosiologi
mahasiswa ini, mahasiswa sosiologi mampu melaksanakan tridarma perguruan
tinggi. Karena banyak kalangan beranggapan bahwa memilih jurusan sosiologi
adalah pilihan yang keliru karena jurusan sosiologi dianggap tidak mempunyai
lapangan pekerjaan. Terlebih ketika rata-rata perusahaan yang ada di indonesia
hanya berkutat pada bidang produksi dan distribusi. Sehingga minat mayarakat
dewasa ini mayoritas bagaimana para sarjana bisa mengisi perusahaan-perusahaan
semacam tadi.
Di
samping itu, jika ketiga misi dalam tridarma perguruan tinggi ini dapat
dilaksanakan oleh mahasiswa sosiologi, maka setidaknya para calon sosiolog
dapat disebut menerapkan sosiologi mahasiswa, dengan menjadikan sosiologi
sebagai pisau analisis dalam rangka memberi solusi terhadap berbagai persoalan
di bidang sosial, baik itu sosial politik, ekonomi, pendidikan dan sejenisnya.
Akhirnya,
tulisan ini tidak untuk mendoktrin mahasiswa bagaimana menjadi seorang
mahasiswa dalam arti sejatinya, melainkan hanya sebagai bahan diskusi bagi
mahasiswa sosiologi khususnya. Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar