Mengenai Saya

Minggu, 30 Desember 2012

Gerakan Sosial Politik Menuju Pemilu


Walaupun pelaksanaan Pemilu 2014 masih lama, namun suasana perpolitikan di Indonesia sudah terasa. Pada 28/10 kemaren, Komisi Pemilihan Umum telah mengumumkan hasil seleksi verifikasi administrasi parta politik. Setidaknya sekitar 16 parpol yang berhasil lolos, sedangkan 18 lainnya tidak. (JP, Duta Masyarakat, Kompas 29/10/2012).
Tahap verifikasi ini setidaknya dapat dijadikan ukuran bagi partai politik yang berhasil lolos, sebagai lembaga politik guna memperjelas dan mempertegas visinya dalam mencalonkan anggotanya sebagai capres pada Pemilu nanti, minimal punya harapan menduduki parlemen dalam birokrasi.
Dalam konteks negara demokratis, partai politik dapat menyelenggarakan berbagai fungsi. Selain sebagai sarana dalam menyalurkan aneka ragam aspirasi sehingga dapat disatukan melalui komunikasi politik, parpol juga berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik (instrument of political socialization). Fungsi yang kedua ini lebih pada tujuan bagaimana partai politik menyikapi perkembangan dan pengaruh politik terhadap masyarakat luas. Partai politik diharapkan mampu mengomunikasikan nilai-nilai dan norma-norma, untuk kemudian mendapat dukungan seluas mungkin guna menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilu.
Akan tetapi, luas pemahaman masyarakat terhadap fenomena partai politik di Indonesia sejauh ini masih dipahami “kotor”. Pragmatisme politik sebagai “karakter” parpol dalam menguasai pemerintahan masih menimbulkan orientasi yang pincang. Menurut Dwiyanto Indiahono, perubahan ke kehidupan yang lebih baik sejak reformasi 1998 yang juga dimotori partai politik ternyata masih blum dapat “dicicipi” masyarakat bawah (grass roots). Konsekuensi dari cacat politik ini setidaknya harus menjadi “cermin diri” bagi parpol untuk kembali menata komitmen politik sehingga dalam ikhtiar politik lebih diorientasikan kesejahteraan masyarakat luas.
            Namun, gerakan politik menjelang pemilu telah banyak diwarnai persaingan yang tak sehat. Ini dapat dilihat dari informasi yang disuguhkan justeru menimbulkan kegelisahan dalam masyarakat, karena yang dikejar bukanlah kepentingan nasional, melainkan kepentingan partai yang sempit dengan menimbulkan pengkotakan politik sehingga meninggalkan konflik, baik dalam lingkup partai maupun masyarakat luas. Gerjala-gejala partai politik yang mungkin timbul pada nuansa pemilu depan ini mengingatkan penulis pada kekecewaan terhadap sistem kepartaian di Pakistan tahun 1958 sehingga berakhir pada pembubaran partai-partai politik ketika itu.
            Lebih jauh, Daniel S. Lev dalam Political Parties in Indonesia menyatakan bahwa sistem partai (multi-partai dalam sistem parlementer) yang ada di Indonesia masih menimbulkan kekacauan. Tidak ada partai politik yang memikul tanggung jawab penuh seperti yang biasanya terdapat pada partai yang menguasai pemerintahan tanpa koalisi. Sehingga, dalam spekulasi Daniel, sistem pemerintahan parlementer demikian pada akhirnya juga akan dijatuhkan oleh kekuatan-kekuatan ekstra parlementer seperti presiden dan tentara.
Gerakan Sosial (Partai) Politik
            Persoalan semisal tersebut di atas kemudian menjadi diskursus dalam gerakan partai politik, terutama dalam proses menyambut Pemilu 2014 mendatang. Gerakan politik yang dilakukan parpol selama ini tentu memerlukan sebuah kejelasan orientasi jangka panjang.
Tom Bottomore (1992) dalam Sosiologi Politik menilai bahwa salah satu cara untuk menemukan perbedaan tegas antara “gerakan” dengan “politik” adalah dengan menunjuk sifat yang kurang terorganisir dari suatu gerakan, di mana dalam gerakan tersebut mungkin tidak ada keanggotaan tetap atau keanggotaan yang mudah dikenal yang tidak memiliki jalur staf pusat. Artinya, gerakan partai politik yang bertujuan meraih kekuasaan harus juga didukung dengan adanya biografi keanggotaan yang dikenal masyarakat luas karena kiprahnya di masyarakat, setidaknya sebelum menjabat sebagai anggota politik.
Dengan demikian, orientasi gerakan partai politik setidaknya juga sealur dan searah dengan  gerakan sosial. Aspirasi dan harapan masyarakat terhadap adanya kesejahteranan dan iklim politik yang baik dan sehat menjadi modal utama. Di tengah persoalan bangsa seperti kemiskinan, keterbelakangan pengetahuan dan disorientasi nilai, gerakan partai politik setidaknya juga harus diimbangi dengan gerakan sosial. Walaupun dilihat dari lembaga pelaksana dari kedua gerakan ini berbeda, akan tetapi nantinya juga diharapkan dapat sealur karena kepentingan partai harus juga diimbangi dengan kepentingan sosial masyarakat.
Pada babakan inilah penting adanya indikasi dari gerakan sosial politik. Partai politik sebagai penyalur aspirasi dari masyarakat memiliki potensi untuk membangun kerjasama dengan lembaga-lembaga sosial semacam LSM dan sejenisnya. Begitupun lembaga sosial yang ada selain menjadi penguatan partisipasi masyarakat madani, juga sebagai instrumen masyarakat terlibat dalam proses terbentuknya clean and good governance dalam konteks Indonesia. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar