Diperingatinya Hari Sumpah Pemuda
setiap tanggal 28 Oktober memberikan arti peran pemuda yang begitu penting.
Pemuda adalah tumpuan dan harapan masa depan bangsa dan Negara. Di tangan
pemuda lah, sebuah peradaban digenggam. Di tangan pemuda pula tanggung jawab
masa depan bangsa diemban. Itu berarti kualitas pemuda menentukan kualitas
peradaban sebuah bangsa.
Akan tetapi, di tengah
perkembangan dunia yang kian kompleks menjadikan pemuda dewasa ini harus lebih
pandai memberikan respon. Globalisasi, modernisasi, westernisme dan menjadikan
pemuda harus berpikir teknologis, globalis dan tanggap. Selain itu, pemuda juga
dihadapkan pada berbagai dilema pilihan rasional dan konsumtif.
Sungguh miris ketika melihat
kenyataan pemuda dalam masa sekarang ini. Kecenderungan untuk tergantung pada
perangkat teknologi dan gadget memiliki konsekuesi yang tak tertanggungkan. Di
satu sisi, kecenderungan tersebut akan membawa pemuda pada gaya hidup yang
maju, cepat tanggap dan lihai dalam melihat peluang. Akan tetapi di sisi lain,
konsekuesi laten yang sering dihadapi pemuda akan ketergantungannya pada
perangkat teknologi, membuat mereka menjadi sangat individualistis, hedonis dan
jatuh pada sikap gengsi yang berlebihan.
Beberapa hal yang dapat dicatat
mengenai pemuda dewasa ini: pertama, sebagai generasi dan harapan masa depan
bangsa, pemuda telah kehilangan akar kepemudaannya. Anti-intelekstualisme yang
dihadapi pemuda dewasa ini menjadi pertanda yang cukup jelas bahwa pemuda
semakin menjauhi ilmu pengetahuan. Anti-intelektualisme tersebut dapat ditandai
dari kecintaan pemuda terhadap ilmu pengetahuan yang kian hari kian turun.
Banyak di kalangan pemuda yang beranggapan bahwa menjalani jenjang pendidikan
hanya didasari atas motivasi untuk mendapat gelar akademis sehingga nantinya
dapat mudah bekerja dan mendapatkan banyak uang.
Kedua, pemuda dewasa ini banyak
termakan rayuan zaman. Karakter dan identitas kepemudaan yang selama ini
harusnya tertanam dalam diri pemuda perlahan tapi pasti telah mengalami
pemudaran. Gaya hidup kebarat-baratan menjadi kemirisan tersendiri yang perlu
diwaspadai. Hal ini tak lepas dari pengaruh informasi melalui televisi tentang
bagaimana seorang wanita memenuhi standar dan kriteria cantik, misalnya. Ini
merupakan suatu konstruksi sosial yang akhirnya menegaskan tentang rapuhnya
jati diri.
Ketiga, lahirnya pandangan dalam
diri pemuda bahwa kehidupan yang baik itu adalah kehidupan kota. Sementara
kehidupan desa adalah jelek. Konstruksi semacam ini sudah menjalar lewat
berbagai tontonan televisi dan iklan-iklan yang menawarkan produk-produk
modernistik, kapitalistik, dan menghegemoni. Pandangan semacam ini juga membuat
para pemuda desa beranjak untuk ke kota agar dapat hidup di dalam fantasi
modernistik yang didapatkannya dari informasi televisi.
Ketiga kecenderungan tersebut
hanya sebagian saja dari apa yang terungkap di permukaan. Sementara di luar itu
sungguh terlalu pesimistik memandang pemuda untuk dapat berkarya dan melepaskan
ketergantungan dari identitas yang bukan diri mereka. Dalam keadaan semacam
ini, bagaimanakah refleksi Hari Sumpah Pemuda yang tiap tahun terus
diperingati?
Masa Depan Pemuda
Melihat keadaan yang terjadi pada
pemuda saat ini, penulis mencoba meramal bagaimana masa depan pemuda Indonesia setelah
50 atau 100 tahun lagi. Bagi Negara Dunia Ketiga seperti Indonesia,
perkembangan mental dan keperibadian masih sangat rentan dengan problematika
ketidakpercayaan diri. Apalagi acuan dunia internasional adalah negara Adikuasa
seperti Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, yang dalam hal
keterampilan, teknologi dan ilmu pengetahuan jauh lebih maju daripada Dunia
Ketiga.
Dalam satu abad ke depan, pemuda
Indonesia mungkin dapat mencapai kualitas seperti pemuda pada negara maju
sekarang ini. Akan tetapi, pemuda-pemudi di negara-negara Barat pada satu abad
ke depan akan lebih jauh lagi melampaui kualitasnya daripada yang sekarang.
Otomatis, jika tampa dibarengi dengan kemajuan pemikiran revolusioner, pemuda
Indonesia akan mustahil mengimbangi (apalagi melebihi) kualitas negara-negara
maju.
Dalam hal ini, apa yang menjadi
program Presiden Jokowi sebagai “revolusi mental” secara menyeluruh di berbagai
aspek kehidupan sangat penting dilakukan terutama oleh pemuda Indonesia. Sudah
banyak sarjana-sarjana dan kaum intelektual-ilmuan di Indonesia saat ini.
Melalui mereka, masa depan pemuda akan sangat menentukan. Lembaga-lembaga
pendidikan perlu berbenah diri demi benar-benar menjadi satu-satunya tumpuan
bagi perkembangan kualitas pemuda ke depan.
Dalam aspek politik, juga
memiliki andil dalam memperbaiki kualitas pemuda Indonesia. Budaya politik melalui
beberapa praktik politisi yang selama ini diwarnai dengan problematika
tersendiri, setidaknya perlu dirombak ke arah mencetak pemimpin dan negarawan
yang mumpuni. Pengkaderan politisi bagi pemuda dalam partai politik setidaknya
perlu dikembangkan ke arah urgensi idealisme ideologi politik yang berkeadaban.
Karena, seperti kata Tan Malaka, kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda adalah
idealisme, yakni membangun Negara yang baik dan jauh dari korupsi, kolusi dan
nepotisme.
Dalam hal ekonomi, adanya
pendidikan entrepreneur bagi pemuda setidaknya penting untuk dikembangkan demi
melatih kemandirian ekonomi bagi pemuda. Selain daripada pendidikan
entrepreneur ini perlu juga ditanamkan rasa kepedulian pemuda dan melatih diri
untuk tidak tetap mematenkan sistem perekonomian kapitalisme, di mana dalam
sistem ini kepedulian menjadi sangat mustahil sehingga pemerataan ekonomi sulit
untuk dicapai. Pemuda setidaknya perlu menjadi garda depan untuk melatih diri
dalam proses pemberdayaan ekonomi masyarakat, sebagaimana cita-cita founding father kita, Bung Hatta enam
dasawarsa lalu.
Selain berbagai aspek ini, hal penting yang perlu dipupuk dalam diri
pemuda adalah ketidaklatahan terhadap perubahan dan perkembangan yang ada,
memandang perkembangan dunia sebagai lahan untuk terus melatih diri agar bisa
mengimbanginya. Terutama sekali dalam aspek perkembangan teknologi. Sebagai pemuda,
tentu harus dibudayakan berpikir produktif bukan konsumtif agar kita tidak
menjadi bangsa yang sukanya hanya mengkonsumsi tampa dibarengi dengan mental
produktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar