Mengenai Saya

Rabu, 21 Desember 2016

MERAMAL MASA DEPAN PEMUDA INDONESIA (Refleksi Hari Sumpah Pemuda)



Diperingatinya Hari Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober memberikan arti peran pemuda yang begitu penting. Pemuda adalah tumpuan dan harapan masa depan bangsa dan Negara. Di tangan pemuda lah, sebuah peradaban digenggam. Di tangan pemuda pula tanggung jawab masa depan bangsa diemban. Itu berarti kualitas pemuda menentukan kualitas peradaban sebuah bangsa.
Akan tetapi, di tengah perkembangan dunia yang kian kompleks menjadikan pemuda dewasa ini harus lebih pandai memberikan respon. Globalisasi, modernisasi, westernisme dan menjadikan pemuda harus berpikir teknologis, globalis dan tanggap. Selain itu, pemuda juga dihadapkan pada berbagai dilema pilihan rasional dan konsumtif.
Sungguh miris ketika melihat kenyataan pemuda dalam masa sekarang ini. Kecenderungan untuk tergantung pada perangkat teknologi dan gadget memiliki konsekuesi yang tak tertanggungkan. Di satu sisi, kecenderungan tersebut akan membawa pemuda pada gaya hidup yang maju, cepat tanggap dan lihai dalam melihat peluang. Akan tetapi di sisi lain, konsekuesi laten yang sering dihadapi pemuda akan ketergantungannya pada perangkat teknologi, membuat mereka menjadi sangat individualistis, hedonis dan jatuh pada sikap gengsi yang berlebihan.
Beberapa hal yang dapat dicatat mengenai pemuda dewasa ini: pertama, sebagai generasi dan harapan masa depan bangsa, pemuda telah kehilangan akar kepemudaannya. Anti-intelekstualisme yang dihadapi pemuda dewasa ini menjadi pertanda yang cukup jelas bahwa pemuda semakin menjauhi ilmu pengetahuan. Anti-intelektualisme tersebut dapat ditandai dari kecintaan pemuda terhadap ilmu pengetahuan yang kian hari kian turun. Banyak di kalangan pemuda yang beranggapan bahwa menjalani jenjang pendidikan hanya didasari atas motivasi untuk mendapat gelar akademis sehingga nantinya dapat mudah bekerja dan mendapatkan banyak uang.
Kedua, pemuda dewasa ini banyak termakan rayuan zaman. Karakter dan identitas kepemudaan yang selama ini harusnya tertanam dalam diri pemuda perlahan tapi pasti telah mengalami pemudaran. Gaya hidup kebarat-baratan menjadi kemirisan tersendiri yang perlu diwaspadai. Hal ini tak lepas dari pengaruh informasi melalui televisi tentang bagaimana seorang wanita memenuhi standar dan kriteria cantik, misalnya. Ini merupakan suatu konstruksi sosial yang akhirnya menegaskan tentang rapuhnya jati diri.
Ketiga, lahirnya pandangan dalam diri pemuda bahwa kehidupan yang baik itu adalah kehidupan kota. Sementara kehidupan desa adalah jelek. Konstruksi semacam ini sudah menjalar lewat berbagai tontonan televisi dan iklan-iklan yang menawarkan produk-produk modernistik, kapitalistik, dan menghegemoni. Pandangan semacam ini juga membuat para pemuda desa beranjak untuk ke kota agar dapat hidup di dalam fantasi modernistik yang didapatkannya dari informasi televisi.
Ketiga kecenderungan tersebut hanya sebagian saja dari apa yang terungkap di permukaan. Sementara di luar itu sungguh terlalu pesimistik memandang pemuda untuk dapat berkarya dan melepaskan ketergantungan dari identitas yang bukan diri mereka. Dalam keadaan semacam ini, bagaimanakah refleksi Hari Sumpah Pemuda yang tiap tahun terus diperingati?
Masa Depan Pemuda
Melihat keadaan yang terjadi pada pemuda saat ini, penulis mencoba meramal bagaimana masa depan pemuda Indonesia setelah 50 atau 100 tahun lagi. Bagi Negara Dunia Ketiga seperti Indonesia, perkembangan mental dan keperibadian masih sangat rentan dengan problematika ketidakpercayaan diri. Apalagi acuan dunia internasional adalah negara Adikuasa seperti Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, yang dalam hal keterampilan, teknologi dan ilmu pengetahuan jauh lebih maju daripada Dunia Ketiga.
Dalam satu abad ke depan, pemuda Indonesia mungkin dapat mencapai kualitas seperti pemuda pada negara maju sekarang ini. Akan tetapi, pemuda-pemudi di negara-negara Barat pada satu abad ke depan akan lebih jauh lagi melampaui kualitasnya daripada yang sekarang. Otomatis, jika tampa dibarengi dengan kemajuan pemikiran revolusioner, pemuda Indonesia akan mustahil mengimbangi (apalagi melebihi) kualitas negara-negara maju.
Dalam hal ini, apa yang menjadi program Presiden Jokowi sebagai “revolusi mental” secara menyeluruh di berbagai aspek kehidupan sangat penting dilakukan terutama oleh pemuda Indonesia. Sudah banyak sarjana-sarjana dan kaum intelektual-ilmuan di Indonesia saat ini. Melalui mereka, masa depan pemuda akan sangat menentukan. Lembaga-lembaga pendidikan perlu berbenah diri demi benar-benar menjadi satu-satunya tumpuan bagi perkembangan kualitas pemuda ke depan.
Dalam aspek politik, juga memiliki andil dalam memperbaiki kualitas pemuda Indonesia. Budaya politik melalui beberapa praktik politisi yang selama ini diwarnai dengan problematika tersendiri, setidaknya perlu dirombak ke arah mencetak pemimpin dan negarawan yang mumpuni. Pengkaderan politisi bagi pemuda dalam partai politik setidaknya perlu dikembangkan ke arah urgensi idealisme ideologi politik yang berkeadaban. Karena, seperti kata Tan Malaka, kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda adalah idealisme, yakni membangun Negara yang baik dan jauh dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dalam hal ekonomi, adanya pendidikan entrepreneur bagi pemuda setidaknya penting untuk dikembangkan demi melatih kemandirian ekonomi bagi pemuda. Selain daripada pendidikan entrepreneur ini perlu juga ditanamkan rasa kepedulian pemuda dan melatih diri untuk tidak tetap mematenkan sistem perekonomian kapitalisme, di mana dalam sistem ini kepedulian menjadi sangat mustahil sehingga pemerataan ekonomi sulit untuk dicapai. Pemuda setidaknya perlu menjadi garda depan untuk melatih diri dalam proses pemberdayaan ekonomi masyarakat, sebagaimana cita-cita founding father kita, Bung Hatta enam dasawarsa lalu.
Selain berbagai aspek ini, hal penting yang perlu dipupuk dalam diri pemuda adalah ketidaklatahan terhadap perubahan dan perkembangan yang ada, memandang perkembangan dunia sebagai lahan untuk terus melatih diri agar bisa mengimbanginya. Terutama sekali dalam aspek perkembangan teknologi. Sebagai pemuda, tentu harus dibudayakan berpikir produktif bukan konsumtif agar kita tidak menjadi bangsa yang sukanya hanya mengkonsumsi tampa dibarengi dengan mental produktif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar