Mengenai Saya

Rabu, 21 Desember 2016

Elliot dan Dunia Hiperrealitas (Sebuah Refleksi atas Film “Mr. Robot”)



Sinopsis Film
Kening berkerut dan penasaran! Mungkin itulah ekspresi yang ditunjukkan ketika menonton film Mr. Robot, sebuah film series yang dibintangi aktor pendatang baru Rami Malek dengan nama tokoh Elliot. Film ini mengisahkan tentang bagaimana Elliot, seorang hacker yang terindikasi mengalami gangguan jiwa, tetapi sangat jenius dan handal hingga mampu menghancurkan korporasi jahat yang menguasai seluruh lini perekonomian.
Korporasi dunia bernama E Corp dalam film ini merupakan sebuah konglomerasi jahat hingga diistilahkan dengan Evil Corporation (Korporasi Setan/Jahat). Korporasi  ini menguasai sendi perekonomian masyarakat mulai dari yang terkecil dan paling umum, hingga perekonomian kelas atas (high class economy). Bidang pangan, transportasi dan teknologi mampu dikuasainya, bahkan hingga bank pun yang rata-rata memberikan layanan singkat dan membuat masyarakat akhirnya terjebak ke dalam hutang yang tak mungkin dibayar sehingga masyarakat menjadi budak dari korporasi besar yang jahat dengan kuasanya ini.
Elliot bekerja pada perusahaan cyber security bernama All Safe yang kehilangan ayahnya memiliki kebencian mendalam pada E Corp. Ayahnya meninggal terkena kanker Leukimia karena percobaan senjata rahasia yang digagas oleh E Corp. Sebab itulah, Elliot berencana menghancurkan perusahaan tersebut kemudian membebaskan semua orang dari jerat hutang kepada E Corp yang tak mungkin dibayar itu. Perusahaan E Corp memiliki server raksasa yang menyimpan semua data mengenai hutang dan kredit yang dilakukan masyarakat. Server ini berada di dua titik, yaitu di Steel Mountain dan di China. Dua server inilah yang pada akhirnya nanti dileburkan dan dihancurkan dalam hitungan menit tanpa terdeteksi sedikitpun.
Sebagai orang yang jago hacking, Elliot memang ahli hampir di segala hal tentang jaringan internet membuatnya menjadi seorang yang paling disegani sekaligus juga paling lemah karena kondisi kejiwaannya yang tak stabil. Bersama adiknya, Darlene dan beberapa hacker lain, Elliot membuat sebuah gerakan bernama FSociety. Gerakan FSociety inilah yang kemudian melumpuhkan dan menghancurkan seluruh jaringan perusahaan E Corp dan menghapus semua data transaksi kredit perbankan hingga membebaskan masyarakat dari hutang-hutangnya.
Yang menarik, film ini benar-benar membuat penonton memiliki rasa ingin tahu akan plot-plot yang sesungguhnya memang banyak menggambarkan keadaan dunia saat ini. Seorang Elliot yang dilanda gangguan jiwa dengan kerancuan antara yang nyata dan tidak nyata. Ia dibayang-bayangi oleh sosok ayahnya yang muncul dalam kehidupannya sehari-hari bahkan dalam bentuknya yang amat nyata; ia bahkan tidak sadar berbicara sendiri tanpa tahu bahwa itu suatu manifestasi yang hanya Elliot sendirilah yang bisa melihatnya.

Elliot dan Hiperrealitas: Sebuah Refleksi

Elliot benar-benar terjebak dalam kepalsuan dunianya. Ia terjatuh dalam kondisi yang berbaur antara kepalsuan dan keaslian; fakta yang bersimpangsiur dengan rekayasa. Kategori-kategori kebenaran, keaslian, kepalsuan tidak berlaku lagi di dalam dunia dan era yang dialami Elliot.  Akan tetapi, refleksi ini bukan hendak membahas mengenai Elliot yang secara psikis memiliki gangguan kejiwaan, melainkan fokus pada “pesan” yang disampaikan oleh film Mr. Robot mengenai kondisi dunia postmodern di mana realitas dikonstruksi sedemikian simulatif oleh digitalisasi di berbagai sendi dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang amat dahsyat hingga realitas telah hilang dan menguap.
Halusinasi tentang gangguan jiwa yang dialami manusia berbaur dengan realitas ironis di mana tak dapat dibedakan lagi mana yang nyata dan yang palsu; suatu kondisi yang oleh Jean Baudrillard (1929-2007) disebut sebagai “Hyperreality”. Dalam konsep Simulacra-nya, Baudrillard menggabarkan mengenai penciptaan kenyataan (simulasi) melalui sesuatu yang berhubungan dengan “mitos” yang tak dapat dilihat kebenarannya dalam kenyataan. Dalam dunia simulasi yang terutama dikonstruksi oleh media massa saat ini, masyarakat akan terjatuh dalam ‘hiperrealitas’ di mana tidak ada lagi yang lebih realistis karena yang nyata tak lagi jadi rujukan. Hal ini sangat jelas digambarkan dalam sebuah dialog di film ini, sebagai berikut:
Dunia dibangun berdasarkan khayalan. Perasaan buatan yang berwujud obat, perang urat saraf yang berwujud pengiklanan, zat penenang pikiran yang berwujud makanan, seminar pencucian otak yang berwujud media, dunia yang diisolasi dan dikendalikan yang berwujud jejaring sosial. Nyata? Kau ingin membahas kenyataan? Kita telah hidup jauh dari kenyataan semenjak pergantian abad. Kita sudah mematikannya, mengeluarkan baterainya, memakan cemilan transgenik sementara kita terus membuang sampah-sampah kondisi kemanusiaan yang terus berkembang. Kita menempati rumah yang diberi cap dagang oleh perusahaan-perusahaan, yang dibangun di atas angka-angka bipolar, yang menari-nari pada layar digital, menghipnotis kita ke dalam mimpi umat manusia terbesar yang pernah ada... kita hidup di dunia yang penuh kebohongan, dunia yang sudah cukup lama kau tinggali,” (Mr. Robot Eps.1.9 menit ke: 00:45:09 – 00:46:02).
Inilah dunia postmodern. Dunia dengan asumsi-asumsi kuat mengenai hubungan antara manusia dan media. Dalam kebudayaan postmodern, media dan massa memiliki fungsi yang amat urgen. Media telah melipat dunia dan menginvasi ruang publik dan pribadi (private), kemudian mengaburkan batas-batasnya hingga menjadi ukuran moral baru bahkan “melangkahi” institusi moral tradisional seperti agama. Melalui media (teknologi dan digitalisasi), dunia menjadi kian sempit; memperkecil ruang dan mempercepat waktu.
Dalam dunia ini pula, sistem ekonomi kapitalisme lanjut telah membentuk suatu institusi ekonomi masyarakat baru melalui apa yang disebut sebagai budaya pop (pop culture). Tujuannya sudah jelas, yakni memperoleh keuntungan sebesar-besarnya (dalam proses capital accumulation-nya Karl Marx) melalui penciptaan produk-produk budaya populer untuk dikonsumsi secara massif oleh masyarakat. Produk makanan, fashion, kebutuhan rumah tangga, iklan televisi, dan berbagai produk kapitalisme lainnya dikonstruksi sedemikian rupa hingga mengaburkan nilai guna sebagai esensinya.
Sebuah dunia dengan kekuatan semiotika, simulasi, dan teknologi informasi melebur menjadi suatu kekuatan yang memungkinkan pihak pengusaha mendapatkan informasi seperti apakah tipe masyarakat yang ingin mereka sasar. Dalam kondisi seperti inilah, masyarakat benar-benar dibentuk menjadi masyarakat konsumtif. Masyarakat mengkonsumsi sesuatu bukan karena kebutuhan, melainkan karena ingin menyamakan dengan kelas sosial tertentu. Suatu misal, masyarakat membeli desain fashion tertentu hanya karena ingin meniru artis tertentu. Dalam istilah Baudrillard, masyarakat konsumtif semacam ini bukan dalam rangka membeli produk, melainkan ‘membeli tanda’ (sign buying).
Konklusinya, ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan dalam film Mr. Robot ini, yakni; suatu kritik atas masyarakat konsumtif. Masyarakat yang telah terkaburkan cara pandangnya atas realitas yang nyata dan realitas yang palsu (disimulasi). Dugaan saya, sang sutradara ingin menyamakan antara Elliot (seorang pribadi yang mengalami gangguan kejiwaan) dengan masyarakat modern saat ini, di mana keduanya sama-sama (nyaris) tak dapat membedakan mana keaslian (nyata) dan kepalsuan (simulasi). Semoga saja dugaan saya salah.hehe
Wallahu  A’lam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar