Sinopsis Film
Kening berkerut
dan penasaran! Mungkin itulah ekspresi yang ditunjukkan ketika menonton film
Mr. Robot, sebuah film series yang dibintangi aktor pendatang baru Rami Malek
dengan nama tokoh Elliot. Film ini mengisahkan tentang bagaimana Elliot,
seorang hacker yang terindikasi mengalami gangguan jiwa, tetapi sangat jenius
dan handal hingga mampu menghancurkan korporasi jahat yang menguasai seluruh
lini perekonomian.
Korporasi dunia
bernama E Corp dalam film ini merupakan sebuah konglomerasi jahat hingga
diistilahkan dengan Evil Corporation (Korporasi Setan/Jahat). Korporasi ini menguasai sendi perekonomian masyarakat
mulai dari yang terkecil dan paling umum, hingga perekonomian kelas atas (high
class economy). Bidang pangan, transportasi dan teknologi mampu
dikuasainya, bahkan hingga bank pun yang rata-rata memberikan layanan singkat
dan membuat masyarakat akhirnya terjebak ke dalam hutang yang tak mungkin
dibayar sehingga masyarakat menjadi budak dari korporasi besar yang jahat
dengan kuasanya ini.
Elliot bekerja
pada perusahaan cyber security bernama All Safe yang kehilangan
ayahnya memiliki kebencian mendalam pada E Corp. Ayahnya meninggal terkena
kanker Leukimia karena percobaan senjata rahasia yang digagas oleh E Corp.
Sebab itulah, Elliot berencana menghancurkan perusahaan tersebut kemudian
membebaskan semua orang dari jerat hutang kepada E Corp yang tak mungkin
dibayar itu. Perusahaan E Corp memiliki server raksasa yang menyimpan semua
data mengenai hutang dan kredit yang dilakukan masyarakat. Server ini berada di
dua titik, yaitu di Steel Mountain dan di China. Dua server inilah yang pada
akhirnya nanti dileburkan dan dihancurkan dalam hitungan menit tanpa terdeteksi
sedikitpun.
Sebagai orang
yang jago hacking, Elliot memang ahli hampir di segala hal tentang jaringan
internet membuatnya menjadi seorang yang paling disegani sekaligus juga paling
lemah karena kondisi kejiwaannya yang tak stabil. Bersama adiknya, Darlene dan
beberapa hacker lain, Elliot membuat sebuah gerakan bernama FSociety. Gerakan FSociety
inilah yang kemudian melumpuhkan dan menghancurkan seluruh jaringan perusahaan
E Corp dan menghapus semua data transaksi kredit perbankan hingga membebaskan
masyarakat dari hutang-hutangnya.
Yang menarik, film
ini benar-benar membuat penonton memiliki rasa ingin tahu akan plot-plot yang
sesungguhnya memang banyak menggambarkan keadaan dunia saat ini. Seorang Elliot
yang dilanda gangguan jiwa dengan kerancuan antara yang nyata dan tidak nyata.
Ia dibayang-bayangi oleh sosok ayahnya yang muncul dalam kehidupannya
sehari-hari bahkan dalam bentuknya yang amat nyata; ia bahkan tidak sadar
berbicara sendiri tanpa tahu bahwa itu suatu manifestasi yang hanya Elliot
sendirilah yang bisa melihatnya.
Elliot dan
Hiperrealitas: Sebuah Refleksi
Elliot
benar-benar terjebak dalam kepalsuan dunianya. Ia terjatuh dalam kondisi yang
berbaur antara kepalsuan dan keaslian; fakta yang bersimpangsiur dengan
rekayasa. Kategori-kategori kebenaran, keaslian, kepalsuan tidak berlaku lagi
di dalam dunia dan era yang dialami Elliot. Akan tetapi, refleksi ini bukan hendak
membahas mengenai Elliot yang secara psikis memiliki gangguan kejiwaan,
melainkan fokus pada “pesan” yang disampaikan oleh film Mr. Robot mengenai
kondisi dunia postmodern di mana realitas dikonstruksi sedemikian simulatif
oleh digitalisasi di berbagai sendi dan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi yang amat dahsyat hingga realitas telah hilang dan menguap.
Halusinasi
tentang gangguan jiwa yang dialami manusia berbaur dengan realitas ironis di
mana tak dapat dibedakan lagi mana yang nyata dan yang palsu; suatu kondisi
yang oleh Jean Baudrillard (1929-2007) disebut sebagai “Hyperreality”. Dalam
konsep Simulacra-nya, Baudrillard menggabarkan mengenai penciptaan
kenyataan (simulasi) melalui sesuatu yang berhubungan dengan “mitos” yang tak
dapat dilihat kebenarannya dalam kenyataan. Dalam dunia simulasi yang terutama
dikonstruksi oleh media massa saat ini, masyarakat akan terjatuh dalam
‘hiperrealitas’ di mana tidak ada lagi yang lebih realistis karena yang nyata
tak lagi jadi rujukan. Hal ini sangat jelas digambarkan dalam sebuah dialog di
film ini, sebagai berikut:
“Dunia
dibangun berdasarkan khayalan. Perasaan buatan yang berwujud obat, perang urat
saraf yang berwujud pengiklanan, zat penenang pikiran yang berwujud makanan,
seminar pencucian otak yang berwujud media, dunia yang diisolasi dan
dikendalikan yang berwujud jejaring sosial. Nyata? Kau ingin membahas kenyataan?
Kita telah hidup jauh dari kenyataan semenjak pergantian abad. Kita sudah
mematikannya, mengeluarkan baterainya, memakan cemilan transgenik sementara
kita terus membuang sampah-sampah kondisi kemanusiaan yang terus berkembang.
Kita menempati rumah yang diberi cap dagang oleh perusahaan-perusahaan, yang
dibangun di atas angka-angka bipolar, yang menari-nari pada layar digital,
menghipnotis kita ke dalam mimpi umat manusia terbesar yang pernah ada... kita
hidup di dunia yang penuh kebohongan, dunia yang sudah cukup lama kau tinggali,”
(Mr. Robot Eps.1.9 menit ke: 00:45:09 – 00:46:02).
Inilah dunia
postmodern. Dunia dengan asumsi-asumsi kuat mengenai hubungan antara manusia
dan media. Dalam kebudayaan postmodern, media dan massa memiliki fungsi yang
amat urgen. Media telah melipat dunia dan menginvasi ruang publik dan pribadi (private),
kemudian mengaburkan batas-batasnya hingga menjadi ukuran moral baru bahkan
“melangkahi” institusi moral tradisional seperti agama. Melalui media
(teknologi dan digitalisasi), dunia menjadi kian sempit; memperkecil ruang dan
mempercepat waktu.
Dalam dunia ini
pula, sistem ekonomi kapitalisme lanjut telah membentuk suatu institusi ekonomi
masyarakat baru melalui apa yang disebut sebagai budaya pop (pop culture).
Tujuannya sudah jelas, yakni memperoleh keuntungan sebesar-besarnya (dalam
proses capital accumulation-nya Karl Marx) melalui penciptaan
produk-produk budaya populer untuk dikonsumsi secara massif oleh masyarakat.
Produk makanan, fashion, kebutuhan rumah tangga, iklan televisi, dan berbagai
produk kapitalisme lainnya dikonstruksi sedemikian rupa hingga mengaburkan nilai
guna sebagai esensinya.
Sebuah dunia
dengan kekuatan semiotika, simulasi, dan teknologi informasi melebur menjadi
suatu kekuatan yang memungkinkan pihak pengusaha mendapatkan informasi seperti
apakah tipe masyarakat yang ingin mereka sasar. Dalam kondisi seperti inilah,
masyarakat benar-benar dibentuk menjadi masyarakat konsumtif. Masyarakat
mengkonsumsi sesuatu bukan karena kebutuhan, melainkan karena ingin menyamakan
dengan kelas sosial tertentu. Suatu misal, masyarakat membeli desain fashion
tertentu hanya karena ingin meniru artis tertentu. Dalam istilah Baudrillard,
masyarakat konsumtif semacam ini bukan dalam rangka membeli produk, melainkan ‘membeli
tanda’ (sign buying).
Konklusinya, ada
pesan tersembunyi yang ingin disampaikan dalam film Mr. Robot ini, yakni; suatu
kritik atas masyarakat konsumtif. Masyarakat yang telah terkaburkan cara
pandangnya atas realitas yang nyata dan realitas yang palsu (disimulasi).
Dugaan saya, sang sutradara ingin menyamakan antara Elliot (seorang pribadi
yang mengalami gangguan kejiwaan) dengan masyarakat modern saat ini, di mana
keduanya sama-sama (nyaris) tak dapat membedakan mana keaslian (nyata) dan
kepalsuan (simulasi). Semoga saja dugaan saya salah.hehe
Wallahu A’lam...