Mengenai Saya

Jumat, 04 Mei 2012

Suara Rakyat yang Galau (Refleksi Demo BBM)

Mengiringi kebijakan pemerintah tentang naiknya harga BBM yang akan diberlakukan pada 01 April 2012, rakyat tak henti-hentinya melakukan perlawanan. Berbagai aksi demonstrasi di berbagai kota, seperti di Jogjakarta, Kalimantan, Makassar, Malang, bahkan Jakarta kini telah mengiringinya.
Tepatnya tanggal 27-28 Maret 2012 demo besar –besaran akhirnya juga terjadi di kota Surabaya. Diperkirakan kurang lebih 72.000 orang dari berbagai kalangan turun ke jalan. Pom bensin dijaga ketat oleh aparat. Bahkan sempat terjadi kemacetan diberbagai daerah di Surabya seperti Jalan Pemuda, Tunjungan dan daerah lainnya.
Berbagai aksi demonstrasi tersebut menunjukkan kegalauan rakyat atas kebijakan pemerintah yang cenderung idealistik an-sich, nampak memiliki tujuan jangka panjang namun tidak dibarengi pemberdayaan rakyat secara riil. Betapa tidak, naiknya harga BBM yang dilatari karena melonjaknya harga minyak mentah di pasar Internasional hingga lebih dari 104,70 dollar AS per barel, hanya berdasarkan spekulasi angka dengan dalih menyelamatkan APBN. Di luar itu, hingga hari ini pemerintah belum mengantisipasi dampak luas yang akan dirasakan rakyat.
Pemerintah seakan miskin inovasi. Contohnya, dari hasil kenaikan harga BBM sebesar 25 triliun, akan digunakan untuk BLT. Padahal, pemeberlakuan BLT banyak menyisakan dampak dan masalah yang cukup akut. Ini bukan hanya masalah efektivitas dan efisiensi kebijakan yang banyak diragukan, apalagi bila teringat kalau naiknya BBM adalah kondisi defisit keuangan Negara yang bertolak belakang dengan BLT. Tetapi pemberlakuan BLT juga sama sekali tidak memberdayakan, bahkan hanya akan membuat karakter rakyat yang selalu dimanja dan menjadi bangsa “peminta-minta”.
Pada gilirannya kemiskinan akan tetap diderita. Kebijakan menaikkan BBM yang tak bisa dibendung ataupun program BLT yang tak memberdayakan, hanya semakin melukai nurani rakyat. Betapa galaunya rakyat jelata. Betapa tak bergunanya suara-suara lantang, menentang kebijakan naiknya BBM tersebut. Setelah ribuan bahkan jutaan mahasiswa, buruh, maupun aktivis-aktivis LSM di berbagai daerah di Nusantara menolak naiknya BBM, namun tetap tak kunjung mengundang simpati pemerintah. Rakyat tetap galau.
Yang bisa dilakukan hanya menunggu dan berusaha sebisabisanya. Menunggu bukan berarti terjatuh dalam kebisuan, ketakberdayaan, dan ketakacuhan. Melainkan bertumpu pada sikap tegas (affirmation) untuk berpikir dan bertindak demi kemakmuran dan kesejahteraan tiap pribadi seseorang. Karena sikap pemerintah yang kian hari kian tak berpihak pada kesejahteraan rakyat, rakyat tak bisa lagi bergantung pada pemerintah.
Pemerintah bukan Dewa, juga bukan Tuhan. Mereka hanya orang-orang yang bisa diharapkan memberi perubahan ke arah yang lebih baik. Jika pemerintah tak bisa memberi yang terbaik, rakyatlah yang harus menjadi pemerintah, memerintah diri sendiri dan memerdekakan diri dari penindasan dan kebijakan yang terasa mencekik itu.
Naiknya BBM hanya bagian dari persoalan yang melilit negeri ini, selain masalah korupsi, tumpulnya penegak hukum, dan seabrek masalah lainnya. Mungkin saya hanya bisa memikirkan atau paling tidak berangan-angan bagaiamana suatu saat rakyat bisa membangun peradaban baru. Sebuah peradaban di mana tak ada lagi kata menindas, ataupun merasa ditindas. Semuanya dalam kondisi merdeka untuk menentukan nasib hidupnya, dalam suatu ikatan moral yang agung, moral kemanusiaan.
Harapan ini mungkin terlahir dari kerpercayaan atau sekadar sugesti saya bahwa setiap manusia memiliki pikiran dan hati yang selalu menuntun ke arah menjadi makhluk merdeka. Karena seperti kata seorang novelis Mesir bernama Naguib Mahfouz kalau “peradaban manusia tidak ditentukan oleh apa yang dimilikinya, tetapi oleh denyut pikiran dan hatinya.”
Akhirnya, mewakili kegalauan yang lahir dari rasa sakit nurani rakyat atas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, saya hanya bisa berharap bahwa kegalauan itu bisa tersembuhkan dengan menggunakan obat pikiran dan perasaan untuk melangkah menjadi manusia yang benar-benar merdeka.
Merdekakan! Merdeka! Semangat!

*) tulisan ini pendapat pribadi…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar