“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian
takwa, itulah yang lebih baik.” (Surat Al-A’raaf ayat 26).
Kalau dikaji kembali makna ayat tersebut secara lebih mendetail,
bahwa kalangan umat Islam diwajibkan menutupi aurat, khususnya kaum perempuan
yang sejatinya mereka adalah kaum yang sensitif terhadap segala macam bentuk
realitas sosial. Semisal trend-trend modernisme.
Tetapi fenomena dewasa ini, realitanya kaum berjilbab (wanita
muslimah) telah mengalami kekaburan dalam berpakaian yang berakibat pada
merosotnya nilai-nilai keislaman. Hal ini sudah tidak relevan lagi dengan
budaya islami yang telah tertanam dalam hukum syari’at agama Islam.
Sehingga yang terjadi, kaum berjilbab dewasa ini telah mengalami
dekadensi moral yang cukup memprihatinkan dan berdampak pada kepribadian yang
mulai terkontemplasi pada budaya-budaya kebaratan, baik secara individu maupun
sosial.
Begitu pula di kalangan remaja pesantren saat ini. Di zaman yang
identik dengan era modernisme, dengan maraknya trend-trend ala barat, mereka
(baca: santri) mulai terpengaruh pada desain-desain fashion yang
diproduk dari model ke-Baratan. Sehingga yang terjadi umat Islam (khususnya
kaum berjilbab) hanya menjadi boneka yang digauni, dihiasi warna-warni, kapan
saja mereka mau, kapan saja mereka suka tanpa memperdulikan syari’at yang
melarangnya.
Teologi Berhijab
Hijab adalah tirai yang menutupi pandangan. Dalam lisan Al-Arab meng-hijab-i
sesuatu berarti menutupi sesuatu tersebut. Berhijab adalah menempelkan sesuatu
di balik tabir. Jadi, wanita berhijab adalah wanita yang menutupi dirinya
dengan sejenis tabir (tutup), dalam artian melindungi dirinya dengan sesuatu
yang bisa mencegah orang lain untuk melakukan kemaksiatan.
Dari beberapa problem yang menjadi latar masalah dalam penulisan
artikel ini. Menurut hemat penulis, setidaknya kaum berjilbab harus mampu
memparadigmakan kultur berhijab yang baik.
Ada beberapa persayaratan mengenai metode berhijab yang baik.
Pertama, hendaknya kaum berjilbab (wanita muslimah) memakai hijab yang longgar
dan tebal yang dapat menutupi keseluruhan aurat. Sehingga dapat mencegah
kecenderungan orang lain untuk berbuat maksiat.
Kedua, hendaknya hijab yang dikenakan tidak berbentuk perhiasan,
semisal warna norak yang menjadi pusat perhatian orang lain.
Ketiga, wanita dalam berpakian hendaknya tidak menyerupai pakainan
laki-laki, karena Rasulullah Saw melarangnya.
Keempat, ketika seorang wanita keluar rumah hendaknya tidak
menggunakan parfum, kerena parfum dapat mengundang nafsu birahi bagi orang
lain. Apalagi aroma parfumnya sangatlah menyengat.
Terakhir, pakian kaum muslimah hendaknya bukan pakian atau gaun
kemasyhuran (selebritas), kerena gaun tersebut merupapakan desain fashion
yang diimpor dari dunia barat yang cenderung pada model fashion ‘pengumbaran
aurat’, dan di dalam hukum islam sangatlah diharamkan memakainnya.
Dengan demikian, berhijab yang baik merupakan hal yang vital bagi
seorang wanita berjilbab. Sebagai acuan memenuhi persyaratan menjadi kaum
wanita yang benar-benar muslimah.
“Wahai kaum berjilbab.., hijabmu pakilah! Perintah Allah,
laksanakanlah!, agar kamu sekalian menjadi hamba yang dimulyakan oleh Allah.
Amien.”
Penulis Adalah
Santri PP. Annuqayah Sumenep dan Aktif di Organisasi IKSBAR
* tulisan ini dimuat di Harian Radar Madura edisi Jumat, 17 April
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar