Mengenai Saya

Selasa, 04 Oktober 2011

Pemerataan Pendidikan dan Pengentasan Buta Huruf


Selama lima tahun, tingkat buta huruf penduduk usia sepuluh tahun ke atas di kota Kediri mengalami pasang-surut. Dari data yang ada, pada tahun 2004 jumlah penduduk buta huruf mencapai angka 6.767. Kemudian tahun 2005 mencapai angka 9.714. Puncaknya adalah tahun 2006 mencapai angka 10.535. Namun, dengan usaha yang cukup maksimal, kota Kediri dapat mengurangi tingkat buta huruf, sehingga pada tahun 2008 angka buta huruf menurun menjadi 5.202 (Kompas, 26/10/2009).
Dari data di atas menunjukkan, pemberdayaan bagi penyandang buta huruf di kota Kediri terus ditingkatkan. Dengan upaya memberikan pendidikan bagi penyandang buta aksara latin dan angka di kota tersebut, yaitu pemerintah kota Kediri harus terus melanjutkan program pengentasan, semisal pusat kegiatan belajar masyarakat.
Hal di atas bertolak belakang dengan kenyataan yang ada di kota Kediri tersebut. Pasalnya, bantuan dana yang diperuntukkan bagi pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) Hidayatul Mubtadiin telah dihentikan, sehingga keberlangsungan kegiatan pengentasan buta huruf tersebut mengalami ke-mandeg-an. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar, mengapa bantuan dana tersebut dihentikan, sehingga program tidak berjalan dengan baik?
Pemerataan Pendidikan
Pendidikan sebagai alat mencapai puncak kemanusiaan yang benar-benar manusia, yakni manusia yang berfikir, berkreasi, dan berhati nurani, serta mempunyai kemampuan di bidang membaca dan menulis, tidak lepas dari tujuan pendidikan indonesia. Karena hal ini sesuai dengan salahsatu visi bangsa kita, yakni ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’, secara menyeluruh dan tampa mengenal batas. Dengan kata lain, pembelajaran bukan hanya dilangsungkan di tingkat pendidikan formal saja, tetapi, belajar juga harus dijalankan tampa mengenal batas usia.
 Oleh sebab itu, pendidikan untuk masyarakat penyandang buta huruf harus terus dilanjutkan dengan mendirikan pusat pendidikan yang diprogramkan untuk masyarakat, khususnya masyarakat yang umumnya sama-sekali belum mengenyam pendidikan. Salah-satunya dengan mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) seperti yang ada di kota Kediri .
Upaya di atas setidaknya mendapat respon positif dari pemerintah dengan menganggarkan dana bagi kegiatan pembelajaran tersebut. Hal ini bertujuan supaya mempermudah keberlangsungan kegiatan pembelajaran hingga dapat berjalan dengan baik dan efektif.
Pengentasan Buta Huruf
Membaca merupakan kewajiban bagi seluruh kehidupan bangsa. Dengan membaca maka akan mengetahui dunia. Tak salah jika dalam al-Quran menyerukan ayat pertama, yakni Iqra’(bacalah!). “Membaca” bukan hanya diistilahkan dengan membaca buku dan sejenisnya, tetapi, istilah “membaca” dapat juga diartikan dengan meneliti sebuah realitas kehidupan, seperti membaca kehidupan dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, membaca merupakan kebutuhan wajib tak terbantahkan.
Namun, bagaimanakah nasib bangsa kita? Apakah seluruh masyarakat indonesia sudah dapat membaca huruf secara holistik? Ataukah masyarakat saat ini sedang terjebak dengan istilah “buta huruf”?
Buta huruf merupakan problem hidup manusia. Penyakit inilah yang sering terdengar di telinga kita dan seringkali membuat kuping kita terasa panas ketika mendengar bahwa masyarakat kita masih banyak yang menyandang “predikat” buta huruf. Hal ini menimbulakan pertanyaan, faktor apakah yang menyebabkan mengguritanya penyandang buta huruf? Apakah karena dilatarbelakangi kurangnya peran pemerintah mencanangkan pendidikan dalam rangka  pengentasan buta huruf?
Dalam meyikapi hal ini, pemerintah setidaknya sadar akan peran vitalnya dalam rangka memperkecil tingkat buta huruf, dengan mengadakan semacam sarana pendukung semisal Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) seperti yang ada di kota Kediri . Tentu hal ini harus (juga) disertai dengan kesadaran masyarakat (khususnya masyarakat yang umurnya 30 tahun ke atas) bahwa belajar merupakan suatu hal yang sanga penting dan tampa mengenal batas usia.
Prinsip Long Life Education
Sering kali masyarakat beranggapan begini, jika sudah tua ngapain belajar, mendingan bekerja saja, lumayan untuk memenuhi biaya hidup keluarga. Nah, anggapan inilah yang sebenarnya harus segera dibenahi. Sebab, menurut hemat penulis, jika kita mau bekerja, maka harus mengetahui bagaimana kita bekerja, dan jika kita harus mengetahui apa dan bagaimana yang harus kita kerjakan, maka butuh pengetahuan, dan pengetahuan akan diperoleh dengan cara belajar, mambaca dan menulis.
Oleh karena itu, belajar setidaknya bukan hanya dienyam melalui pendidikan formal, tetapi buatlah hari-hari kita harus selalu berada dalam keadaan belajar, membaca, dan (kalau bisa), menulislah! Agar apa yang kita peroleh dengan belajar dapat berguna dan menjadi konsumsi bagi orang lain.
Dengan demikian, pendidikan benar-benar menjadi hal yang vital dalam kehidupan. Selain dari pada itu, pendidikan setidaknya dapat berjalan dengan efektif dan konstruktif serta holistik, karena pendidikan merupakan basis dari tegaknya suatu negara. Problem apapun yang sedang dihadapi negara ini, maka yang menjadi solusinya adalah pendidikan.
*Artikel ini dimuat di Harian Radar Madura (Jawa Pos Group)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar