Selama lima tahun, tingkat
buta huruf penduduk usia sepuluh tahun ke atas di kota
Kediri
mengalami pasang-surut. Dari data yang ada, pada tahun 2004 jumlah penduduk
buta huruf mencapai angka 6.767. Kemudian tahun 2005 mencapai angka 9.714.
Puncaknya adalah tahun 2006 mencapai angka 10.535. Namun, dengan usaha yang
cukup maksimal, kota Kediri dapat mengurangi tingkat buta huruf,
sehingga pada tahun 2008 angka buta huruf menurun menjadi 5.202 (Kompas,
26/10/2009).
Dari data di atas menunjukkan, pemberdayaan bagi penyandang
buta huruf di kota Kediri terus ditingkatkan. Dengan upaya
memberikan pendidikan bagi penyandang buta aksara latin dan angka di kota tersebut, yaitu pemerintah kota
Kediri harus
terus melanjutkan program pengentasan, semisal pusat kegiatan belajar
masyarakat.
Hal di atas bertolak belakang dengan kenyataan yang ada di kota Kediri
tersebut. Pasalnya, bantuan dana yang diperuntukkan bagi pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) Hidayatul Mubtadiin telah dihentikan, sehingga
keberlangsungan kegiatan pengentasan buta huruf tersebut mengalami ke-mandeg-an.
Hal ini menimbulkan tanda tanya besar, mengapa bantuan dana tersebut
dihentikan, sehingga program tidak berjalan dengan baik?
Pemerataan Pendidikan
Pendidikan sebagai alat mencapai puncak kemanusiaan yang
benar-benar manusia, yakni manusia yang berfikir, berkreasi, dan berhati
nurani, serta mempunyai kemampuan di bidang membaca dan menulis, tidak lepas
dari tujuan pendidikan indonesia .
Karena hal ini sesuai dengan salahsatu visi bangsa kita, yakni ‘mencerdaskan
kehidupan bangsa’, secara menyeluruh dan tampa mengenal batas. Dengan kata lain,
pembelajaran bukan hanya dilangsungkan di tingkat pendidikan formal saja,
tetapi, belajar juga harus dijalankan tampa
mengenal batas usia.
Oleh sebab itu, pendidikan untuk masyarakat penyandang
buta huruf harus terus dilanjutkan dengan mendirikan pusat pendidikan yang
diprogramkan untuk masyarakat, khususnya masyarakat yang umumnya sama-sekali
belum mengenyam pendidikan. Salah-satunya dengan mendirikan Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) seperti yang ada di kota
Kediri .
Upaya di atas setidaknya mendapat respon positif dari
pemerintah dengan menganggarkan dana bagi kegiatan pembelajaran tersebut. Hal
ini bertujuan supaya mempermudah keberlangsungan kegiatan pembelajaran hingga
dapat berjalan dengan baik dan efektif.
Pengentasan Buta Huruf
Membaca merupakan kewajiban bagi seluruh kehidupan bangsa.
Dengan membaca maka akan mengetahui dunia. Tak salah jika dalam al-Quran
menyerukan ayat pertama, yakni Iqra’(bacalah!). “Membaca” bukan
hanya diistilahkan dengan membaca buku dan sejenisnya, tetapi, istilah
“membaca” dapat juga diartikan dengan meneliti sebuah realitas kehidupan,
seperti membaca kehidupan dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, membaca
merupakan kebutuhan wajib tak terbantahkan.
Namun, bagaimanakah nasib bangsa kita? Apakah seluruh
masyarakat indonesia
sudah dapat membaca huruf secara holistik? Ataukah masyarakat saat ini sedang
terjebak dengan istilah “buta huruf”?
Buta huruf merupakan problem hidup manusia. Penyakit inilah
yang sering terdengar di telinga kita dan seringkali membuat kuping kita terasa
panas ketika mendengar bahwa masyarakat kita masih banyak yang menyandang
“predikat” buta huruf. Hal ini menimbulakan pertanyaan, faktor apakah yang
menyebabkan mengguritanya penyandang buta huruf? Apakah karena dilatarbelakangi
kurangnya peran pemerintah mencanangkan pendidikan dalam rangka
pengentasan buta huruf?
Dalam meyikapi hal ini, pemerintah setidaknya sadar akan
peran vitalnya dalam rangka memperkecil tingkat buta huruf, dengan mengadakan
semacam sarana pendukung semisal Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
seperti yang ada di kota Kediri . Tentu hal ini harus (juga) disertai
dengan kesadaran masyarakat (khususnya masyarakat yang umurnya 30 tahun ke
atas) bahwa belajar merupakan suatu hal yang sanga penting dan tampa mengenal batas usia.
Prinsip Long Life Education
Sering kali masyarakat beranggapan begini, jika sudah tua ngapain
belajar, mendingan bekerja saja, lumayan untuk memenuhi biaya hidup
keluarga. Nah, anggapan inilah yang sebenarnya harus segera dibenahi. Sebab,
menurut hemat penulis, jika kita mau bekerja, maka harus mengetahui bagaimana
kita bekerja, dan jika kita harus mengetahui apa dan bagaimana yang harus kita
kerjakan, maka butuh pengetahuan, dan pengetahuan akan diperoleh dengan cara
belajar, mambaca dan menulis.
Oleh karena itu, belajar setidaknya bukan hanya dienyam
melalui pendidikan formal, tetapi buatlah hari-hari kita harus selalu berada
dalam keadaan belajar, membaca, dan (kalau bisa), menulislah! Agar apa yang
kita peroleh dengan belajar dapat berguna dan menjadi konsumsi bagi orang lain.
Dengan demikian, pendidikan benar-benar menjadi hal yang
vital dalam kehidupan. Selain dari pada itu, pendidikan setidaknya dapat
berjalan dengan efektif dan konstruktif serta holistik, karena pendidikan
merupakan basis dari tegaknya suatu negara. Problem apapun yang sedang dihadapi
negara ini, maka yang menjadi solusinya adalah pendidikan.
*Artikel ini dimuat di Harian Radar Madura (Jawa Pos
Group)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar