Hadapi dengan
senyuman. Semua yang terjadi biar terjadi. Hadapi dengan tenang jiwa. Semua kan
baik-baik saja. Bila ketetapan Tuhan sudah ditetapkan, tetaplah sudah. Tak ada
yang bisa merubah dan takkan bisa berubah. Relakanlah saja ini, bahwa semua
yang terbaik. Terbaik untuk kita semua, menyerahlah untuk menang.
Sebuah
representasi lirik lagu dari grup band terkenal Dewa 19 tersebut, menjadi
sebuah lagu yang mungkin paling sesuai dengan realitas dunia pelajar saat ini,
khususnya pelajar kelas akhir tingkat sma dan sederajat. Mengingat banyaknya
siswa kelas akhir yang tidak lulus. Semisal, di Kabupaten Sumenep yang mencapai
angka 187 siswa tidak lulus dari berbagai lembaga pendidikan di kabupaten ini.
Tapi inilah kenyataan yang harus diterima dengan hari yang lapang.
Dalam tulisan
ini, penulis merasa iba kepada mereka, siswa yang tidak lulus UN (ujian
nasional), baik itu siswa SMA, MA, SLTA dan sederajat. Pasalnya, di berbagai
lembaga pendidikan, khususnya di Kabupaten Sumenep, siswa yang tidak lulus
sampai stress. Bahkan ada siswi yang tidak sadarkan diri, seperti yang terjadi
di salahsatu Madrasah Aliyah Annuqayah. Sungguh pemandangan yang sangat
memilukan di hati penulis khususnya.
Namun, jika
kita lihat dari konteks pendidikan, bahwa pendidikan sejatinya merupakan lembaga
pencetak siswa yang cerdas. Dalam arti, cerdas bukan hanya di bidang akademik
(formal) saja. Tapi juga cerdas di bidang non-akademik. Semisal cerdas di aspek
emosional (EQ), atau yang lebih bernuansa kebatinan yang disebut kecerdasan
spiritual (SQ). ini bisa dijadikan gambaran bahwa tidak selamanya siswa yang
tidak lulus itu bodoh. Kenyataannya, banyak siswa yag pintar, berprestasi,
mendapatkan rangking, namun ketika di UN mereka tidak lulus. Hal ini perlu
dijadikan bahan renungan di kalangan siswa kelas akhir, khususnya siswa yang
tidak lulus UN. Bahwa ketidaklulusan bukan hanya terjadi kepada mereka yang
(bisa dikatakan) bodoh. Tapi ini juga terjadi kepada siswa yang pintar, bahkan
cerdas. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Siapakah yang harus disalahkan?
Apakah siswa? Ataukah UN yang (setidaknya) harus dihapus? Yang jelas sampai
detik ini pertanyaan itu tak pernah ada jawaban yang pasti.
Mental Sabar
Seyogianya,
hidup tidak selamanya seperti yang kita harapkan. Kadang berliku, kadang pula
jalan hidup kita lurus. Begitu pula (sekarang) di kalangan siswa yang tidak
lulus UN, bisa saja ketika di masa depan mereka sukses. Dalam menyikapi ini,
kesabaran siswa memang sangat diperlukan dalam menghadapoi ketidak-lulusan
ujian. Agar mereka mampu berfikir positif (positive thinking), mampu
menerimanya dengan hati yang lapang dan tegar, serta bisa mempersiapkan langkah
apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Karena memang ketidaklulusan
(mungkin) merupakan sebuah cobaan atau ujian. Mengat firman Allah dalam Al-Qur’an:
innallaha ma’a asshabiriin (sesungguhnya Allah bersama dengan orang yang
sabar).
Dengan
demikian akhirnya, tulisan ini merupakan suara iba penulis kepada meraka yang
tidak lulus ujian (UN). Agar mereka tetapi sabar, tegar, dan mampu berfikir ke
depan, serta tidak kecil hati. Apalagi sampai tidak sadarkan diri (pingsan).
Dan penulis berharap semoga mereka tetap semangat dalam upaya mencapai
cita-cita luhur bangsa, yakni memajukan negara kita, Indonesia.
* tulisan
ini dimuat di Harian Radar Madura edisi Sabtu, 20 Juni 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar